Pages

Senin, 23 Desember 2013

Nada Pembentuk Chord Triad Major



Nada Pembentuk Chord Triad Major -  Assalamualaikum, hujan-hujan gini gw pengen share tentang chord triad Major terlebih dahulu, kt ketahui chird triad adalah chord yang di bentuk oleh 3 nada yaitu Do, Mi dan Sol.  caranya dengan menggabungkan interlval Major 3 rd dan interval Minor 3rd akan membentuk suatu chord Major , (2, 1 stengah) berikut nada pembentuk chor major :
 
CHORD MAJOR                           NADA
CMajor                             1(C)       3(E)       5(G)
C#Major                           1(C#)     3(F)       5(G#)
Dmajor                             1(D)      3(F#)     5(A)
D#Major                           1(D#)    3(G)      5(A#)
EMajor                              1(E)      3(G#)    5(B)
FMajor                              1(F)       3(A)       5(C)
F#Major                            1(F#)     3(A#)     5(C#)
G Major                            1(G)      3(B)       5(D)
G# Major                          1(G#)    3(C)       5(D#)
A Major                            1(A)       3(C#)     5(E)
A# Major                          1(A#)     3(D)      5(F)
B Major                            1(B)       3(D#)    5(F#)

itulah td 3 nada pembentuk chord triad Major, smoga bermanfaat :)

Minggu, 15 Desember 2013

Cir-Ciri permainan Blues



Cir-Ciri permainan Blues - Selamat malam para pecinta musik , semoga semua sehat yah...hehe. tau gak , kali ini gw ingin buat Artikel tentang Blues, kebetulan gendre musik kesukaan gw tuh Blues. Alasannya sih simple aja, Blues Make me feel so Good ( kira2 bahasa inggrisnya tepat yah?hahah)..
Ok bicara tentang Blues Harmony, apa yang dikenal dengan nama Blues Scale itu baru separuh dari apa yang dipakai dalam bermain Blues, separuhnya lagi adalah Mixolydian, jadi gabungan antara Mixolydian dengan Blues Scale itulah yang dipakai oleh semua pemain Blues asli dari daratan Amerika sono sejak zaman dahulu sampai sekarang, sebelum negara api pun menyerang (Avatar kali...haha)
                Kalau dijabarkan pada kunci A, maka semua not itu adalah A B C C# D Eb E F# G dan balik ke A, kalu dilihat maka terdapat kromatik mulai dari 2 (B) step by Step sampai 5 (E) dan pada musik Jazz ditambahkan lagi kromatik mulai dari 6 (F#) step by step sampai 8 (A). jadi pada Be-Bop Scale terdapat tambahan satu not lagi sebagai  passing not yaitu G# menuju ke A, yang sekali lagi hanya berfungsi sebagai not numpang lewat alias passing Tone.
                Jadi kalo diperhatikan maka kurang dua not saja maka scale ini telah menjadi kromatik Scale yang sesungguhnya, kurang setengah step saja diantara 1 dengan 2 dan 5 dengan 6....nah, tapi oleh charlie parker ditambahkan lagi kedua not yang kurang tersebut kedalam permainannya,
12 Tone Chromatic :
Parker selalu menambahkan not b9 (diantara 1 dengan 2) dan Aug 5 (antara 5 dengan 6) selalu didalam permainan-nya, selalu...berarti semua nada dalam kromatik 12 Tone itu telah terpakai semua didalam Bluesnya parker...semua nada diseluruh fretboard anda itu terpakai semuanya.
nah ! lantas gimana bikin masuk akal pemakaian semua 12 not dalam musik itu dibuat nge-Blues?
jawabannya  adalah bermain secara struktural Chord Tones, mengetahui not mana yang cocok bagi chord yang terjadi dibawahnya...bermain Chord Tones.

Repetisi Tanya Jawab : Call and Response
               
                Sebagai dasar anda boleh memakai  gabungan antara Mixolydian dengan Blues Scale, ini sebagai daging dari semua harmonisasi yang bisa anda pakai didalam musik Blues, misalnya jika anda dituntut untuk membuat harmony 4 parts seperti dalam Southern Gospel Choir...tetapi anda wajib tau bahwa phrasing dari Blues selalu merupakan Tanya Jawab, Call and Response, tidak pernah berupa tangga nada.

                selalu phrasing dengan pengulangan motif atau repetisi, satu bertanya lainnya menjawab sehingga terjadi Counter-point. pemakaian tangga nada secara “Scalar” hampir tidak pernah dilakukan.

Wailing : Bending

phrasing pendek memakai  4 atau 5 nada secara tanya jawab berulang 2 lantas dilakukan Variasi dari Tema, serta ditambahkan dengan : Wailing (meraung-meratap-melolong).

Wailing : ini adalah esensial Blues, tanpa ini tidak ada Blues, wailing terjadi pada not b3 (minor) dan M3 (Major) yang dibending atau slide, juga pada not 6 ke b7....tetapi pada Gitar oleh Albert King ini dilakukan lebih bervariasi sampai pada Not2 lainnya. Albert King melakukan Bending memakai semua nada2 kromatik step by step seperti yang telah dijabarkan diatas. Bending dilakukan mulai not 2 step by step sampai 5 lalu mulai 5 step by step sampai b7 dan b7 bending ke root sebagai resolusi, titik dari konversasi.
Bending atau Wailing adalah esensial dalam Blues dan yang terjadi adalah permainan not microtonal  diantara wilayah m3 (Minor) dan M3 (Major) membuat batasan antara Major dan Minor jadi kabur ambiguous tidak jelas. ini esensi Blues yang terus2an  bikin Blank orang2 Klasik.

So ? mau main Blues...wajib nge-bending dan nge-wailing secara tanya jawab sepanjang malam, macam serigala melolong, Howling Wolf. kalau bernyanyi maka ditambahkan lagi dengan yang namanya : Growling, Growling hanya dipakai sekali-kali buat aksen, tidak untuk terus menerus.

paralel :

mana lagi Blues selalu memakai pola paralel dimana hal ini selalu dihindari di musik klasik, karena selalu dihindari maka semua praktisi Musik Klasik tidak pernah tau caranya bermain paralel.
contoh musik Robert Johnson selalu paralel, Chord bergeser sama turun setengah2 step menuju chord berikut sementara satu not tetap diam ditempat. Turn Around atau bagian musik pada Bar ke 12 saat Blues berputar kembali ke awal itu hampir semua berbentuk paralel Harmony.

Contoh paralel lagi adalah Intro dari Hendrix Red House dimana chord Dom7 turun setengah step kebelakang dan naik lagi...itu klasik diambil dari robert Johnson. memakai prinsip ini maka semua chord dalam Blues bisa didatangi atau di approach dari setengah step sebelum atau sesudahnya. mendatangi chord A7 dari G#7 resolusi ke A7 ataupun dari Bb7 masuk ke A7...itu hal yang umum di Blues.

Clashing antara Minor dan Major :

di sini blues musik bermain, wilayah tak bertuan, tabrakan diantara m3 dan M3 yang membuat semua teori musik klasik jungkir balik...belum lagi meng0analisa chord progresi standard Rock N’ Roll yang semua chordnya Dominant 7...itu belum bisa diakomodir oleh teori musik klasik.

memakai analisa klasik untuk improvisasi diatas progresi Blues akan menghasilkan Blues yang sucked gak jelas juntrungan-nya. pada chord I main Mixolydian dan pada chord IV7 kembali pindah ke IV mixolydian, etc...ini akan menghasilkan permainan yang buruk rupa...tetapi benar secara teori msuik klasik...harap disadari bahwa apa yang dilihat oleh teori klasik bukanlah apa yang dimaksud oleh Blues...dan semuanya terbukti dari bunyi yang dihasilkan para pemain Blues.

Blues adalah fenomena dalam teori musik klasik yang pada akhirnya diterima begitu saja tanpa mau dianalisa lagi asal muasalnya memakai satu set sistem analisa musik klasik, sudah capek mereka ber-rasionalisasi karena memang tidak bisa ter-akomodir didalam situ, ini satu hal yang lain sama sekali.

penutup :
Main chord buat Blues pada posisi root boleh main major triad saja, tetapi pada posisi IV dan V wajib main chord dominant 7...buat Blues dan Rock, Cukup dominan biasa. untuk Jazz berikan ekstensi natural seperti 9 dan 13 kecuali pas disaat akan pindah chord dimana drum nge-fill, di situ boleh beri ekstensi Altered sebentar. dan saar pindah ke V boleh beri Altered biasanya #9 dan tentunya setelah itu ada Turn Around, sekuens Chord buat putar balik keawal lagi. koleksi turn around ini wajib punya banyak agar tidak terus2an main Turn Around itu2 saja.
Main Lead : pada posisi Root boleh main Blues gabung Mixolydian, pas sebelum pindah ke IV pada Bar no. 4 beri jembatan bareng fill Drum, biasanya suatu pola 251 yang resolusi ke IV pada posisi IV paling keren beri warna Major jangan Blues, Major akan berbunyi lebih keren saat berada pada posisi IV. Kemudian pada posisi V maka silahkan nge-shredd Blues Scale dengan semua Lick2 Repatitiv yang ada dibuku, suka-suka, go to Town...juga lick2 Turn Around dibar ke 12.


Sabtu, 14 Desember 2013

Tangganada Mayor, Kromatik, dan Minor



Tangganada Mayor, Kromatik, dan Minor - Apa itu tangganada? Ada ciri-cirinya.

Pertama, suatu tangganada adalah serangkaian not yang disusun mengikuti urutan abjad. Urutan abjad ini lazimnya ditulis dengan memakai huruf besar, bisa dimulai dari huruf A sebagai not pertama dan yang paling rendah dan berakhir dengan A juga, not ke delapan atau not terakhir dan paling tinggi. Not ke delapan ini disebut oktaf.

Urutannya demikian: A B C D E F G A. Kalau dibunyikan dengan memakai not, urutan abjad ini demikian: la, si, do, re, mi, fa, sol, la.

Kedua, suatu tangganada bertolak dari not apa pun sejauh satu oktaf dan berdasarkan suatu bentuk pola yang sudah ditetapkan. Dari urutan not mengikuti abjad tadi, Anda melihat bahwa bentuk pola tangganada itu sudah ditetapkan. Ia mulai dari A lalu mengikuti urutan abjad sampai dengan G kemudian balik ke A, kali ini delapan nada lebih tinggi dari A pertama. Karena satu tangganada dibentuk oleh delapan nada, maka huruf terjauh yang berbeda dengan A haruslah huruf ketujuh dan itulah huruf G. Sesudah G, Anda harus mengulangi A. Karena A bisa dipakai untuk membentuk suatu tangganada, maka setiap abjad yang lain pun bisa dipakai untuk membentuk tangganada yang lain. Tangganada lain bisa mulai dari B,C, D, E, F, atau G dan berakhir satu oktaf lebih tinggi juga dengan B, C, D, E, F, atau G.

Ketiga, pola yang mendasari kebanyakan tangganada melibatkan seperangkat urutan nada dan setengahnada. Pada gitar enam senar, suatu nada dimainkan pada dua fret yang berdekatan sementara suatu setengahnada dimainkan pada satu fret.

Untuk maksud praktis, kita memakai tangganada yang mulai dengan C. Urutannya menurut abjad demikian: C D E F G A B C. Kalau dinyanyikan, urutan huruf ini berbunyi do, re, mi, fa, sol, la, si, do.

Dari bentuk polanya, ada dua pasang not yang masing-masing membentuk setengahnada (satu fret). Pertama, pasangan E-F; dan, kedua, pasangan B-C. Pasangan lain (C-D, D-E, F-G, G-A, dan A-B) masing-masing membentuk satunada.

Dalam bahasa Inggris, satunada disebut tone sementara setengahnada disebut semitone. Untuk mempermudah ingatan Anda, aturan tentang pasangan not manakah yang membentuk satunada atau setengahnada dringkaskan melalui urutan T (singkatan untuk tone, satunada) dan S (singkatan untuk semitone, setengahnada). Ringkasannya demikian:

C – T – D – T – E – S – F – T – G – T – A – B – S – C

Tiga Jenis Tanggnada

Ada tiga jenis tangganada utama dalam ilmu musik Barat. Pertama, tangganada mayor; kedua, tangganada kromatik; dan, ketiga, tangganada minor.

Tangganada mayor adalah yang paling lazim dipakai untuk menciptakan jutaan lagu, termasuk lagu-lagu pop hit dan lagu-lagu gereja yang bertahan selama ratusan tahun. Karena itu, sebagian besar pelajaran pada tingkat awal akan memakai jenis tangganada ini.

Tangganada diatonik mayor

Sistem nada yang memakai dua macam jarak antar nada, yaitu satunada (tone) dan setengahnada (semitone) membentuk tangganada diatonik mayor. Contoh tadi menjelaskan tangganada jenis ini. Ia lazimnya dipakai untuk menciptakan lagu-lagu yang bersuasana optimistik: ceria, cerah, manis, merdu. Alat-alat musik Barat yang dibuat untuk memainkan tangganada diatonik mayor mencakup gitar, piano, organ, dan alat-alat lain. Tapi nada-nada gamelan tidak bisa menghasilkan nada-nada diatonik karena setelannya berbeda. Setelan gamelan berdasarkan sejenis tangganada lima nada bernama pelog dalam musik tradisional Jawa – seperti do, mi, fa, sol, si – punya aturan tersendiri tentang jarak antara setiap not. Misalnya, not mi dan sol dalam pelog sebenarnya sama nadanya dengan fa dan la dalam musik diatonik mayor.

Urutan not tangganada diatonik mayor yang akan kita pakai berkali-kali untuk mempelajari dan menguasai berbagai akord dan progresi akord adalah C-D-E-F-G-A-B-C. Tangganada ini dibatasi atau dikendalikan oleh suatu kunci. Karena urutan ini mulai dan berakhir dengan C, maka tangganada diatonik mayor ini dikendalikan oleh kunci C.

Dalam notasi balok, tangganada C mayor tidak dberi tanda kres atau mol. Tangganada ini karena itu bersifat naturel: tanpa kres atau mol.

Karena sifatnya yang naturel, tangganada C mayor dipakai sebagai acuan utama untuk membentuk tangganada lainnya. Tangganada diatonik mayor lain itu dimulai dari huruf-huruf lain – D, E, F, G, A, atau B – dan berakhir setinggi satu oktaf dengan huruf yang sama. Akan tetapi, tangganada diatonik mayor D, E, F, G, A, atau B akan dibahas kemudian.

Berbagai lagu nasional dan daerah di Indonesia diciptakan berdasarkan tangganada diatonik mayor. Lagu-lagu nasional yang terkenal mencakup Indonesia Raya, Halo-Halo Bandung, Maju Tak Gentar, dan Bangun Pemudi Pemuda diciptakan berdasarkan tangganada ini. Di samping itu, lagu-lagu daerah yang memakai tangganada diatonik mayor mencakup Lisoi-Lisoi (Tapanuli), Ayo Mama (Maluku), dan Apuse (Biak, Papua).

Tangganada kromatik

Karena relevan dengan pembicaraan nanti tentang interval, jenis tangganada ini layak dijelaskan. Ia dibentuk dari tanggnada diatonik mayor.

Seperti yang sudah dijelaskan, tangganada diatonik mayor dibentuk oleh satunada dan setengahnada. Secara aritmatik, satunada bisa dibagi menjadi dua, masing-masing menjadi dua setengahnada. Pada gitar, setiap pecahan dari satunada sekarang dimainkan hanya pada satu fret. Karena satunada dibagi menjadi dua setengahnada, tangganada baru yang dibentuk sekarang punya jarak antar nada yang sama. Setiap pasangan nada sekarang berjarak setengahnada. Jumlah nada dari satu oktaf bertambah menjadi 13 nada.Tangganada ini disebut tangganada kromatik.

Ia cocok sebagai pewarna lagu. Ia juga memberi kelenturan pada jalur melodi bas, seperti yang dipetik pemain gitar bas.

Perbandingan antara tangganada diatonik mayor C yang melandasi pembentukan tangganada kromatik dipengaruhi arah gerak yang ditempuhnya dan pola notnya. Pola not dalam posisi naik atau meninggi berbeda penulisannya dengan pola not dalam posisi turun atau merendah.

Posisi naik:

C--------D--------E –F--------G---------A-----------B –C
C--#C---D--#D--E – F--#F---G--#G---A----#A----B – C

Posisi turun:

C–B--------A-------G-------F–E--------D---------C
C–B-bB----A-bA---G-bG---F–E --bE--D--bD----C

Barangkali, tidak ada ciptaan lagu nasional dan daerah di Indonesia yang memakai tangganada kromatik. Tapi not-not kromatik – not-not setengahnada – sering dipakai dalam melodi utama atau dalam aransemen duet, trio, kuartet, atau paduan suara. Not-not kromatik ini sebenarnya dipinjam dari tangganada di luar tangganada yang berlaku. Sering, not-not setengahnada bersifat sementara; artinya, ia dipakai sebentar saja lalu lagu kembali ke kunci aslinya.

Beberapa lagu nasional memakai not-not kromatik yang bersifat sementara. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki, misalnya, memakai not kromatik b7 (sa) sekali pada suku kata –lu dari kata dulu dalam frasa frasa bait pertamanya: Indonesia sejak dulu ... Dia juga memakai not setengahnada #4 (fis) dua kali dalam karya ini. Pertama, pada suku kata –ja dari kata puja dalam frasa bait pertama: tetap dipuja .... Kedua, pada suku kata me- dari kata menutup dari frasa bait pertama menjelang akhir lagu: tempat akhir menutup mata. Lagu Bungong Jeumpa dari Aceh adalah salah satu contoh lagu-lagu daerah di Indonesia yang juga memakai setengahnada. Not #5 (se) dipakai sebanyak 5 kali dalam lagu ini. Not kromatik ini muncul, misalnya, dua kali pada suku kata – pa dari kata jeumpa di awal lagu tempat orang menyanyikan frasa bait pertama lagu ini: Bungong jeumpa, bungong jeumpa.

Not-not kromatik muncul sering sekali dalam lagu-lagu pop, gereja, dan jazz. Dalam lagu-lagu pop dan gereja, not-not ini bisa bersifat sementara. Kalau bersifat sementara, not kromatik itu dipinjam dari tangganada lain, dipakai sebentar lalu lagu kembali ke tangganada semula. Lagu-lagu jazz modern sering memakai not-not kromatik yang bersifat tetap. Lagu, misalnya, dimulai dengan kunci C lalu beralih ke kunci C# tanpa ada “tanda peringatan” bahwa akan terjadi perpindahan kunci dari C ke C# dan secara tiba-tiba juga pindah ke D, D#, dan berakhir dengan E. Perpindahan kunci jelas secara kromatik. Tapi setiap melodi atau potongan melodi yang dimainkan dalam batas setiap kunci bisa juga berisi berbagai not kromatik.

(Catatan: Dalam tulisan ini dan tulisan mendatang, penulisan #C , #D, #F dan seterusnya berbeda arti dengan C#, D#, F# dan seterusnya. Bentuk pertama mengacu pada not kromatik – di, ri, fis dan seterusnya – sementara bentuk kedua merujuk pada kunci tangganada. Pembedaan ini tidak standar; sayalah yang membuatnya untuk tulisanku!)

Tangganada minor

Karena tangganada minor relevan juga dengan pelajaran tentang interval, ia pun layak untuk dibicarakan sekarang. Tangganada ini umumnya dipakai untuk menciptakan lagu yang bersuasana introspektif: sedih, muram, berduka, sayu, murung, gelisah.

Tangganada ini pun dibentuk dari tangganada diatonik mayor C. Ia dibentuk dengan mulai dari not A dalam tangganada diatonik mayor C. Dari sejarah perkembangannya, tangganada minor menjadi tiga macam: tangganada minor naturel, harmonik, dan melodik. Yang disebut terakhir berbeda bentuk polanya pada posisi naik dan turun.

Tangganada minor naturel:

A – B – C – D – E – F – G – A

Tangganada minor harmonik:

A – B – C – D – E – F – #G – A

Tangganada minor melodik pada posisi naik:

A – B – C – D – E – #F – #G – A

Tangganada minor melodik pada posisi turun:

A – G – F – E – D – C – B – A

Kata “minor” dalam istilah tangganada ini diperoleh dari mana? Dari pengurangan interval-interval tertentu dalam tangganada diatonik mayor C. Perubahan “mayor” menjadi “minor” dari tangganada diatonik mayor C lebih gampang dijelaskan melalui perbandingan tangganada mayor C dengan tangganada minor naturel. Supaya cermat, setengahnada ditambahkan.

Mayor: C – #C–D–#D – E – F – #F – G –#G – A – #A – B – C
Minor: A--------B – C-------D---------E – F---------G-------A
Notasi: do------re – ri-------fa--------sol–se--------li-------do

Pasangan setengahnada B-C dan E-F pada tangganada mayor berbeda urutannya dengan yang ada pada tangganada minor. Pasangan B-C minor tidak sama jaraknya dengan pasangan mayor D-E. Pasangan setengahnada B-C minor (dimainkan pada satu fret gitar) sama bunyinya dengan D-#D dalam pasangan D-E mayor, pasangan satunada (dimainkan pada dua fret yang saling berdekatan di gitar). Dengan kata lain, pasangan setengahnada B-C minor merupakan penurunan setengahnada dari pasangan D-E mayor. Sesuai aturan baku (akan dibicarakan lebih jauh dalam pelajaran tentang interval), satu pasangan not mayor menjadi minor kalau salah satu not diturunkan atau dinaikkan menjadi setengahnada. Jadi, pasangan not satunada C-D mayor menjadi minor kalau not di kiri dinaikkan setengahnada – #C-D (di-re) – atau not di kanan diturunkan setengahnada – C-bD (do-ru). Perubahan pasangan not satunada G-A mayor menjadi E-F minor mengikuti aturan yang sama. G-A mayor menjadi G-#G minor yang sama bunyinya dengan E-F minor. Atau G-A mayor menjadi #G-G minor sama bunyinya dengan E-F minor.
            selamat mencoba gan...harapan saya, dengan ini anda bisa dengan mudah mengerti tentang musik dan lebih berminat untuk bermain musik J

Ukuran Frekuensi tiap Nada



Frekuensi tiap nada - Kepekaan manusia merasakan harmoni nada-nada dalam alunan musik, sungguh merupakankeunggulan cita rasa manusia atas akalnya. Ketika dalam sebuah komposisi musik anda mendengar sebuah suara yang dissonance (kita sering menyebutnya sebagai “fales”), anda dengan sendirinya akan merasakan sebuah rasa tidak nyaman. Hal ini terjadi karena manusia(yang peka nada) dapat menangkap tegangan frekuensi antar nada. Nada-nada yang harmonissecara matematis memiliki keteraturan numeral yang sungguh mengagumkan.
Ambil contoh sebuah akor C mayor Akor C mayor sesungguhnya adalah gabungan dari beberapa nada yang dibunyikan secara bersama danterdengar harmonis. Nada-nada tersebut adalah: nada C, nada E, dan nada G Nah disinilah pertanyaannya:“Mengapa nada C, nada E, dan nada G akan terdengar harmonis jika dibunyikan secara bersamaan?”
            Ini dia jawaban matematisnya:Kurang lebih 2500 tahun yang lalu, Pak Dhe Phytagoras (560-475 SM) melakukan sebuah percobaandengan menggunakan sebuah senar.Sebuah senar dengan panjang tertentu, jika digetarkan angan menghasilkan sebuah nada dengan frekuensitertentu. Pak Dhe Phyt menyebutnya sebagai nada dasar (katakanlah nada itu adalah nada C).Kemudian panjang senar dibagi menjadi 2. Ternyata menghasilkan nada C (satu oktaf di atas C dasar).Kemudian panjang senar dibagi menjadi 3. Ternyata menghasilkan nada G (di atas C oktaf tadi).Kemudian panjang senar dibagi menjadi 4. Ternyata menghasilkan nada C (dua oktaf di atas C dasar).Kemudian panjang senar dibagi menjadi 5. Ternyata menghasilkan nada E (dua oktaf di atas C dasar).Masih ingat nada penyusun akor C mayor tadi?Ya… C – E – G Nada tersebut adalah hasil dari pembagian angka ganjil (3 dan 5).Sementara pembagian dengan angka genap (2 dan 4) menghasil nada yang sama hanya saja lebih tinggi.Kemudian ketika frekuensi nada-nada tersebut diukur maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Nada C
memiliki frekuensi 264 Hz
Nada D
memiliki frekuensi 297 Hz
Nada E
memiliki frekuensi 330 Hz
Nada F
memiliki frekuensi 352 Hz
Nada G
memiliki frekuensi 396 Hz
Nada A
memiliki frekuensi 440 Hz
Nada B
memiliki frekuensi 495 Hz
Nada C’ oktav
memiliki frekuensi 528 Hz
Sekali lagi…Masih ingat nada penyusun akor C mayor tadi?Ya… C – E – G
 
Frekuensinya adalah 264 Hz – 330 Hz – 396 HzMasing-masing dipisahkan dengan angka 66Dalam skala perbandingan nada C : E : G adalah 24 : 30 : 36ketiganya merupakan kelipatan 6Sementara nada yang sama namun lebih tinggi, memiliki frekuensi dua kali lipat. Nada C= 264 HzDan nada C oktaf= 528 Hz



Nada C memiliki frekuensi 264 Hz

Nada D memiliki frekuensi 297 Hz

Nada E memiliki frekuensi 330 Hz

Nada F memiliki frekuensi 352 Hz

Nada G memiliki frekuensi 396 Hz

Nada A memiliki frekuensi 440 Hz

Nada B memiliki frekuensi 495 Hz

Nada C memiliki frekuensi 528 Hz

Sekian postingan dari saya semoga bisa menjadi manfaat yang besar...:)